Judul :
Filosofi Teras
Penulis :
Henry Manampiring
Ilustrasi :
Levina Lesmana
Jumlah Halaman : 312
Bahasa :
Bahasa Indonesia
Penerbit :
Kompas
Hai, untuk ulasan buku pertama di blog ini aku memilih buku
yang menurutku spesial. Ini dia buku yang bertengger sepanjang tahun 2021 di
rak-rak utama toko buku seantero negeri, best seller di banyak toko buku
online. Akhirnya kuselesaikan di pertengahan tahun 2022. Inilah Filosofi Teras,
dengan fokus hanya membahas 1 hal, sebuah filsafat yunani kuno bernama stoisisme.
Filosofi Teras atau stosisme adalah aliran filsafat
Yunani-Romawi purba berusia 2000 tahun yang memiliki tujuan: hidup dengan emosi
negatif yang terkendali dan hidup dengan kebajikan. Filosofi Teras
memperkenalkan istilah dikotomi kendali sebagai media yang bisa kita pakai untuk
membedakan kejadian mana dalam hidup ini yang bisa kita kendalikan dan mana
yang tidak. Filosofi Teras percaya orang yang bijak adalah yang bisa mengenali
kedua kategori ini. Yang perlu digarisbawahi, dikotomi kendali tidak sama
dengan pasrah pada keadaan. Konsep inilah yang menarik untuk dipahami lebih
dalam.
Filosofi Teras bukan buku pertama di dunia yang membahas
tentang filsafat stoa, namun sepertinya merupakan buku berbahasa Indonesia
pertama yang mempopulerkan tema ini. Ditulis dengan tutur sangat ringan tanpa
banyak istilah sulit. Jika pun ada istilah asing, Ompir (panggilan akrab
penulis, singkatan dari Om Piring, yang diambil dari nama belakangnya
Manampiring) memastikan menuliskan artinya bahkan kalau perlu mencarikan padanan
yang mudah dipahami orang Indonesia.
Yang Menarik dari
Buku Ini
Sejak awal sekali, penulis memulai bukunya dengan menyampaikan
alasan menulis buku ini. Berawal dari diagnosa sakit mental yang dideritanya. Berlanjut
ikhtiar penyembuhan yang memperkenalkannya pada filsafat stoa. Perjalanan
personal mengenali stoisisme menginspirasinya untuk menulis sebuah buku yang
kini sampai di tangan ratusan ribu pembaca. Karena ditulis dari pengalaman
personal itulah, buku ini jadi terasa dekat dengan pembaca. Rasanya seperti
membaca kisah tentang seseorang, bahkan di banyak bagian, terasa seperti
membaca diri sendiri.
Selain dari masalah personal, Ompir menulis tentang hasil
survei khawatir nasional yang dilakukannya pada tahun 2017, ketika ia sedang
mendalami filsafat stoa. Aku sendiri ingat survei ini beliau lakukan di media
sosial twitter waktu itu. Tidak menyangka ternyata perjalanan panjang survei
kala itu berakhir menjadi buku saat ini. Hasil survei pun dilampirkan Ompir di
dalam bukunya. Adanya survei ini semakin mengikat relasi antara Ompir dengan
pembacanya karena isu kekhawatiran bukan hanya milik penulis saja, tetapi milik
banyak orang yang dalam survei ini diwakilkan oleh 3.634 responden. Sangat
dimungkinkan para responden itu saat ini juga merupakan pembaca buku-buku
Ompir.
Bagian lain yang membuat buku ini menarik karena penyampaian
dan contoh-contoh kasus yang ditulis sangat related
dengan kehidupan orang Indonesia. Selain itu ada beberapa bab yang khusus
ditulis berdasarkan opini penulis mengenai hubungan stoisisme dengan isu yang
spesifik dan kekinian, mulai dari parenting, tren politik, posisi kita sebagai
warga dunia dalam menyikapi isu global, dan satu gejala alam yang secara
statistik meningkat akibat pandemi dalam 2 tahun terakhir, kematian.
Kelebihan buku ini
Keberhasilan OmPir menyederhanakan ajaran filsafat yang
berat dalam 308 halaman bukan hanya menunjukkan seberapa baik pengetahuannya,
tetapi juga seberapa dalam ajaran filsafat ini berpengaruh dalam kehidupan
pribadinya.
Keinginan Ompir untuk memperkenalkan filsafat stoa agar
diterima dengan baik sangat terasa melalui ikhtiarnya memudahkan pembaca dengan
menuliskan intisari dalam bentuk poin-poin di akhir setiap bab. Ompir lalu
menuliskan lagi intisari dari semua bab di penghujung buku. Intisari yang
ditulis dalam bentuk poin ini sungguh memudahkan untuk kembali mengingat
poin-poin yang harus dipahami dalam konsep stoisisme.
Berkali-kali Ompir menyampaikan keterbatasannya sebagai
penulis dengan mengakui bahwa beliau tidak memiliki gelar apapun di bidang
filsafat. Karenanya beliau mewawancarai beberapa narasumber dengan berbagai
latar belakang yang relevan dengan tema. Beliau menyisipkan banyak kutipan dari
buku-buku bertema stoisisme. Beliau juga menuliskan begitu banyak judul buku
yang beliau baca dan menuliskan daftar pustaka di akhir bukunya. Ditambah pula
kehadiran hasil survei khawatir nasional semakin menegakkan buku ini ditulis
tidak hanya ditulis atas cuap-cuap pribadi penulis, melainkan berlatar belakang
data di masa kini dan berbasis literasi.
Bagaimanapun, sesuatu yang ditulis dari hati akan sampai ke
hati. Teori sederhana inilah yang kurasa menjadi alasan bertahannya buku ini di
rak best seller nasional sepanjang 2021 lalu. Meski tak memiliki gelar di
bidang filsafat, tak juga punya pengalaman bertahun-tahun mendalami dunia
filsafat. Ditulis karena pengalaman personal cukup menjadikan buku ini terasa
dekat bagi pembaca yang memiliki masalah yang sama. Bukankah kekhawatiran,
selama 2 tahun terakhir ini, memang menjadi momok bagi sebagian besar dari kita
Kekurangan Buku
Harganya mungkin terhitung mahal untuk kantong mahasiswa dan
pelajar.
Dampak Membaca Buku
ini Untukku Pribadi
Value terbesar yang aku dapat dari buku ini adalah bantuan
untuk mengurai benang kusut yang ada di pikiran. Masalah sehari-hari, tuntutan
masyarakat, dan kekhawatiran diri sendiri sering bercampur di kepala. Hal yang
paling sulit adalah mengurainya. Membaca buku ini membantu aku untuk memilah
mana yang perlu aku pikirin dan mana yang baiknya aku cuekin aja. Membaca buku
ini meyakinkan aku kalau memilih mengabaikan hal-hal tertentu di hidup kita
bukanlah kesalahan. Ada tuntunan yang jelas antara mana yang boleh masuk dalam
prioritas perhatianku dan mana yang tidak. Dan tuntunan ini sangat praktikal
karena contoh yang dituliskan juga merupakan permasalahan yang related dengan
kehidupan sehari-hari.
Membaca buku ini sempat bikin aku iri dengan orang-orang
yang sudah punya kecenderungan alamiah menjadi stoik. Sekaligus menegaskan bahwa
aku bukanlah termasuk di dalamnya. Aku termasuk orang yang overthinking,
memikirkan segala kemungkinan sampai berlebihan. Yang paling menyusahkan adalah
kecenderunganku untuk berusaha bertingkah laku untuk menyenangkan orang lain.
Sering sekali aku mengambil keputusan yang sebenarnya bukan diriku sendiri.
Buku ini menyadarkanku tentang hal ini. Sekaligus juga memotivasiku untuk
berani berhenti melakukannya.
Membaca buku ini memberi efek menenangkan yang nyata bagiku.
Ketenangan itu hadir karena aku akhirnya memiliki kemampuan untuk memilah
sumber-sumber pikiran di kepala. Setelah mampu memilah aku merasa sanggup
menghadapi setiap masalah dengan sadar dan lebih berani. Output nyata yang
terasa aku jarang merasa cemas dan khawatir seperti sebelumya. Setiap masalah
terasa seperti bisa dihadapi dengan kepala dingin. Untuk setiap hal yang di
luar kendaliku kini tidak lagi kukhawatirkan dengan berlebihan. Mereka
–masalah-masalah itu- seolah bisa kuletakkan di satu sudut ruang, kubiarkan
terjadi saja, dan aku di sini fokus dengan diriku sendiri sebagai satu-satunya
yang benar-benar bisa aku kendalikan.
Buku ini juga membantu keseharianku sebagai ibu dari todller
3 tahun. Selain sedang aktif-aktifnya, di usia ini juga balita cenderung suka
berteriak dan mengamuk jika sesuatu terjadi tidak sesuai kehendaknya. Di lain
waktu balitaku melakukan hal yang menguji kesabaran seperti menghamburkan rumah
yang baru saja dibereskan, atau ngompol di celana karena asik bermain meskipun
sudah tahu aturannya. Tips STAR di buku Filosofi Teras berkali-kali
menyelamatkan aku yang hampir meledak saat sudah kelelahan menghadapi anak.
Buku ini Cocok untuk
siapa
Menurutku buku ini cocok untuk orang yang tengah mengalami
kekhawatiran berlebihan, gejala depresi, orang yang mengalami kesulitan
mengatasi amarah, dan orang yang ingin mengenal stoisisme lebih dalam.
Menurutku buku ini bisa dibaca oleh orang yang tidak punya kesukaan membaca
sekalipun. Penulis berhasil menyampaikan bobot filsafat dengan cara yang sangat
ringan. Hal lain yang menurutku memberi pengaruh besar juga karena penjelasan
yang diberikan sangat realistis. Tidak ada kata-kata puitis, tidak juga majas
yang berlebihan di buku ini. Semua ditulis dengan lugas dengan sisipan humor
ala Om Piring.
Rate 5/5
Comments
Post a Comment