Judul :
Rantai Tak Putus, Ilmu Mumpuni Merawat UMKM Indonesia
Penulis :
Dee Lestari
Bahasa :
Bahasa Indonesia
Penerbit
: Bentang Pustaka
209 halaman
Barangkali inilah
buku Dee Lestari yang tidak segera aku baca meskipun sudah memilikinya sejak
masa PO di sekitar awal 2021. Kini Januari 2022, barulah ada kesiapan untuk
merobek segel plastik buku ini, membuka lembarannya yang didominasi warna krem
dan biru. Kata pertama yang aku baca di bab pertamanya adalah Tol Romokalisari.
Deg, jantungku berdetak lebih kencang
dari biasanya. Tol Romokalisari bukanlah nama yang asing.
Bercerita tentang
jatuh bangun perjalanan YDBA (Yayasan Darma Bhakti Astra) mendampingi UMKM
(Usaha Mikro, Kecil, Menengah) , Dee menyampaikan hasil risetnya dalam bentuk
catatan perjalanan. Diawali dengan satu pertanyaan kenapa ia harus menerima
tawaran untuk menulis buku ini, Dee menjabarkan apa yang dilihat-didengar-dirasakan
dalam setiap kunjungan dari satu UMKM ke UMKM lain. Ada 2 wajah UMKM dari 2
lokasi berbeda yang menjadi fokus tulisannya kali ini, yaitu dunia perbengkelan
di daerah industri Waru Jawa Timur dan dunia perkebunan di Tapin Kalimantan
Selatan.
Kelebihan Buku
Sesiapa yang
membaca karya-karya fiksi Dee sebelumnya niscaya akan mendapati Dee yang sama
dalam buku ini juga. Meskipun pokok bahasannya tentang kondisi riil UMKM ,Dee
mengemas narasinya dengan detil, mengalir, seperti sedang menuliskan karya
fiksi yang berisikan tokoh dengan dunia kerjanya, padahal ini kisah yang
beneran ada di dunia nyata. Catatan perjalanan yang ditulisnya mengenalkanku
pada beberapa pelaku UMKM dengan segala dinamikanya, susah senang membangun
usaha mandiri, peran pendampingan YDBA dalam proses membangun usaha yang lebih
sehat dari masa ke masa, dan apa yang dilakukan saat ini untuk mempertahankan
agar usaha yang dibangun itu tetap langgeng.
Selain nilai moral
yang sangat banyak dapat kita petik dari pelaku UMKM, Dee, seperti biasa,
selalu mampu menyisipkan bagian yang kadang tidak terlihat oleh orang lain. Di
bagian akhir buku ini Dee mengkhususkan satu bab untuk para fasilitator LBP
yang bekerja mewakili YDBA. Fasilitator inilah yang menjadi ujung tombak dan
bertemu langsung dengan para pengusaha UMKM di lapangan, bergerak mencari cara
untuk mengubah mindset pelaku UMKM akan pentingnya ilmu dalam usaha. Asam
manisnya pengalaman tertulis dengan apik dan menggetarkan. Tentu, menjalani
profesi macam ini tidak akan langgeng jika semata hanya karena uang. Diperlukan
orang-orang yang memiliki jiwa sosial tinggi. Seperti yang dikatakan Dee, tentu
saja materi-materi pelatihan dibawakan oleh beragam mentor kompeten yang
disediakan oleh YDBA. Namun, seorang fasilitator harus mampu menjadi duta yang
mewakili nilai-nilai YDBA. Pengalaman para fasilitator juga mengilhami aku
bahwa bekerja dengan manusia memerlukan tingkat keahlian bersosialisasi yang
tinggi. Bekerja tidak hanya harus di kantor, dengan seragam ,dari jam
8-17. Bekerja dengan manusia
Kekurangan Buku
Dengan membawa nama UMKM di judul
bukunya, ekspektasi awalku Dee akan menulis tentang beragam UMKM yang ada di
negeri ini. Barangkali karena pengaruh minat personal, aku sempat berharap ada
tulisan tentang dunia perbukuan, pariwisata, dan industri kreatif. Setelah
membaca bab pertama aku baru sadar bahwa buku ini hanya membahas UMKM yang berada
di bawah Yayasan Dharma Bhakti Astra. Sehingga ekspektasi pribadiku sebagai
pembaca tidak terpenuhi oleh buku ini.
Dampak Membaca untukku Pribadi
Sedikit
pengalaman menjadi pelaku UMKM – yang sangat amatir - , memudahkanku memahami
masalah-masalah yang diutarakan para pengusaha di dalam buku ini. Aneka
permasalahan dasar itulah yang menjadi celah untuk diisi oleh YDBA dalam bentuk
pelatihan dan pengawasan. Aku menerima pesan tentang pentingnya ilmu dan
kesediaan untuk belajar bagi siapapun yang ingin maju, tak peduli siapa,
dimana, apa usahanya, berapa usianya. Terdapat perbedaan besar sekali yang akan
memengaruhi sikap seseorang yang bekerja dengan ilmu dan tanpa ilmu. Sikap yang
berbeda itu akan memberi hasil yang berbeda pula, barangkali baru akan terlihat
dalam hitungan bulan bahkan tahun. Maka selain kesediaan untuk belajar, sabar
juga menjadi kata kunci untuk orang-orang yang berani memilih jalan hidup
sebagai pengusaha. Buku ini memperkenalkanku pada sosok-sosok yang sudah
mengaplikasikannya di kehidupan nyata.
Ilmu merupakan warisan yang langgeng. Ketika mata rantai dana berakhir dengan cepat, mata rantai ilmu tak terputus.
Rate 7/10
Comments
Post a Comment