Judul : Menumis itu Gampang Menulis Tidak
Penulis Mahfud Ikhwan
Penerbit BukuMojok
250 halaman
Kalau kamu membaca buku ini dengan ekspektasi mendapatkan
tips do and dont menulis –seperti aku-, siap-siaplah kecewa. Buku ini tidak
menyisipkan barang satu teori menulis pun sejak awal sampai akhir, tidak juga
satupun nasihat atau motivasi agar menjadi penulis yang gigih dan pantang
menyerah. Buku ini berisi 21 artikel yang beberapa di antaranya sudah dimuat
terlebih dulu di kolom mingguan penulis bernama Rebahan di Mojok.co
Ada ayam, sepeda, dapur, bonsai, sepakbola, memasak, mencuci dan hal-hal yang sifatnya harian nan rumahan di daftar isinya. Catatan harian yang
apa adanya, bukan melulu soal cinta, politik, atau mimpi tinggi. Tema yang
sangat dekat dengan hidup kaum biasa ini, namun ditulis dengan penghayatan
mendalam.
Selama membaca buku ini, dari satu artikel ke artikel
lainnya, pikiranku mengawang-awang mempertanyakan kenapa juga aku ditakdirkan
untuk membaca buku macam ini. Di setiap akhir artikel selalu ada pertanyaan apakah
buku ini masih layak untuk 10-20 menit lagi waktuku yang berharga sebagai ibu
rumah tangga yang hanya sempat membaca kalau anak sudah tidur siang dan rumah
sudah dirapikan untuk diberantakin lagi waktu anak bangun dan sudah ada sesuatu
yang bisa dimakan kalau suami pulang kerja? Aku masih terus bertanya dan
bertanya cukup layakkah buku ini atas waktuku sampai akhirnya aku menyelesaikan
halaman terakhirnya.
Penulis menyampaikan bagaimana masa lalu menjadi
inspirasinya dalam penulis. Bahwa novel pertamanya sebenarnya terinspirasi dari
dapur orangtuanya semasa ia kecil. Bahwa inspirasi menulis sebenarnya sangat
dekat untuk ditangkap, sedekat hal-hal remeh dalam keseharian yang tampak
sangat biasa. Bahwa sumber ide untuk menulis sebenarnya berserakan di sekitar
kita, dari hewan, masakan, belanja mingguan, kamar mandi, jendela rumah,
tetangga, namun persoalan mengemasnya menjadi tulisanlah yang membutuhkan
pemahaman mendalam dan memasaknya sampai matang erat kaitannya dengan jam
terbang.
Ia menulis tentang bagaimana ia hidup dengan menulis, hadiah
pertamanya dari lomba menulis, gaji pertamanya, benda-benda yang dia beli dari
hasil menulis, masa-masa buntu menulis dan menuliskan kebuntuan itu jadi satu
artikel tersendiri, bagaimana dia mengambil satu topik untuk ditulis agar ia
punya tulisan yang dapat disetorkan dan dengan itu bayarannya akan cair dan dia
dapat bertahan hidup lebih panjang dengan modal menulis.
Sambil mengatai diri seorang yang daif dan pemalas penulis menyampaikan kejujuran dalam tulisannya, tentang hal-hal tidak menyenangkan dalam keseharian yang lewat begitu saja, tentang peristiwa memalukan yang ingin dilupakan tapi tidak bisa, tentang mimpi yang babak belur dihajar realita. Bahwa kadang kita mengingkari rencana kita sendiri, atau lebih dalam, idealisme kita sendiri. Namun seberapa sering kita menggagalkan rencana yang sudah kita susun rapi, nyatanya hidup terus berjalan, atau lebih jelasnya, hidup terus berjalan tanpa orang peduli.
Hampir seluruh tulisannya berisikan ingatan tentang masa
lalunya, bagaimana ia menafsirkan masa lalu itu, dan bagaimana masa lalu itu
membentuknya menjadi ia di masa kini. Semakin menuju ke akhir buku, ada pola
yang dapat dikenali dan juga dituliskan penulis sebagai caranya menulis.
Dari tulisan-tulisan sederhana ini aku jadi sadar bahwa
untuk bisa mencapai kemampuan menulis semengalir ini, dibutuhkan ratusan jam
waktu menyepi untuk membaca berbagai jenis buku, ratusan kali latihan menulis,
dan ratusan momen melamun untuk memaknai kembali detil-detil di sekitar kita.
Seorang penulis hanya bisa menjadi penulis jika telah melalui banyak proses
yang amat sunyi, dengan resiko dianggap tak melakukan apa-apa. Akhirnya, aku
samasekali tidak bisa menganggap bahwa buku ini hanya berisi tulisan-tulisan
remeh. Dari yang awalnya mempertanyakan kelayakan buku ini atas waktu yang
kuberikan, aku merasa beruntung karena berkesempatan membaca buku yang memberi
sangat banyak asupan untuk kepalaku.
Pada akhirnya aku berkesimpulan buku ini bisa direkomendasikan
kepada siapapun yang tertarik dengan konsep bercerita –tidak hanya konsep menulis-.
Penulis memang tidak mengajarimu teori kepenulisan, dia menunjukkanmu caranya
bercerita lewat 21 kisah yang terlihat sangat sepele pembahasannya. Dia tidak
memberimu satupun tips, ia menunjukkanmu cara menyampaikan sudut pandang dan
konsep agar tulisan terasa realistis dan mengalir sampai halaman terakhir.
Comments
Post a Comment