Judul : The Danish Way Of Parenting
Penulis : Jessica dan Iben
Penerbit : B First
Jumlah Halaman : 184 halaman
Denmark adalah salah satu negara termakmur di dunia dengan
tingkat kriminalitas rendah, tingkat korupsi nyaris nol, dan masuk sebagai
salah satu dari 10 negara ternyaman untuk tempat tinggal manusia di dunia.
Orang-orang Denmark masuk dalam daftar warga paling bahagia di dunia. Buku ini
ditulis dari satu pertanyaan: apa yang menjadikan anak-anak dan orangtua di
Denmark, orang paling bahagia di Bumi>. Bagi penulis jawabannya karena sebuah
proses kultur yang sangat panjang. Semua bermuara dari satu hal : gaya
pengasuhan orang tua kepada anak.
Penulis mengumpamakan proses mengasuh anak seperti memakai
sebuah kacamata. Misalnya kacamata yang selama ini –tanpa sadar- kita pakai berwarna kuning, kita menganggap
bahwa kuning itu adalah warna kebenaran untuk kita praktikkan. Padahal kita
tahu, nyatanya ada kelompok orang yang berhasil menghasilkan sebuah generasi
yang tumbuh lebih baik dan bahagia daripada kelompok lainnya. Bagi penulis,
permasalahan utamanya ada di kacamata turun temurun yang tanpa sadar dipakai
oleh orangtua.
Setelah bertahun-tahun melakukan riset, penulis meyakini ada
kacamata khusus yang memang dipakai oleh orangtua Denmark selama mengasuh, yang
saking mendarah dagingnya, juga tidak mereka sadari telah mereka pakai selama
puluhan tahun. Melalui buku ini, penulis mencoba meminjamkan kacamata orangtua
Denmark itu, sehingga siapapun yang bersedia melepaskan sejenak kacamatanya,
menggantinya dengan kacamata orangtua Denmark niscaya dapat melihat, apa
sebenarnya yang menjadi rahasia sehingga selama puluhan tahun Denmark terpilih
menjadi negara paling bahagia dan makmur di muka bumi.
Prinsip pengasuhan itu disederhanakan penulis dalam satu
kata yaitu PARENT, yang merupakan
singkatan dari Play bermain, Authenticity keaslian, Reframing memaknai kembali, Empathy, No Ultimatums,, Togetherness
dan Hygge. Hygge sendiri
merupakan kata unik dalam bahasa Denmark yang mewakili ungkapan kebersamaan
spesial dalam keluarga.
Play Permainan
sangat penting untuk anak-anak. Dari dalam permainan ada kesempatan belajar
taktik, ada tubuh yang bergerak aktif. Dalam permainan ada kesempatan untuk
bersosialisasi, bernegosiasi dengan anak lain, saling kompromi mencari titik
tengah agar permainan yang seru tidak segera berakhir. Ketika bermain ada
kesempatan belajar bangkit lagi dari kekalahan, kesempatan menghadapi tekanan
dan mengatasi keadaan. Bermain bagi seorang anak adalah simulasi menjadi orang
dewasa dan segala permasalahannya dengan cara yang menyenangkan. Semakin banyak
anak bermain, kematangan emosinya mendapatkan kesempatan lebih banyak untuk
dilatih. Dan semakin banyak dilatih, tentu semakin besar pula kemungkinan
ketangguhan itu menjadi karakter dalam dirinya.
Penulis ingin menekankan bahwa pendidikan yang baik itu
bagus, tetapi kebahagiaan sejati di masa dewasa tidak hanya diraih dari
keberhasilan akademik, melainkan dari kemampuan harga diri dan ketangguhan
sejati. Hal itulah yang harus ditanamkan dalam diri anak sejak dini.
“Bermain mengajari mereka ketangguhan. Dan, ketangguhan
sudah terbukti menjadi satu dari faktor paling penting dalam memprediksi
kesuksesan pada orang dewasa”
Namun, bagi anak-anak, bermain adalah kegiatan belajar yang
sesungguhnya.” – Tuan Rogers.
Authenticity
Selama ini kita dekat dengan persepsi bahwa dunia anak-anak
adalah dunia penuh keceriaan. Karenanya anak-anak harus terlindung dari
berbagai kesedihan dan perasaan tak menyenangkan lainnya. Kebalikannya,
orangtua Denmark cenderung memperkenalkan semua bentuk emosi kepada
anak-anaknya. Orang Denmark biasa memberikan anak-anaknya tontonan atau bacaan
yang ceritanya tidak melulu berakhir bahagia. Hal ini melatih anak mengenali
emosi dan menerima kenyataan sejak dini.
Mengenali dan
menerima semua emosi sejak dini, bahkan yang paling sulit sekalipun, membuat
anak menjadi lebih mudah untuk mengatur strategi bagi semua masalahnya.
Orang tua Denmark juga tidak memberikan pujian berlebihan
kepada anak-anaknya. Jika gambar anak jelek, orangtua Denmark tidak akan bilang
si anak sangat jenius dan berbakat. Sebagai gantinya, mereka cenderung
membiasakan memuji usaha anak. Sikap ini akan memengaruhi pola pikir anak. Anak
yang dipuji cerdas sejak lahir akan memiliki pola pikir fixed mindset yang
meyakini bahwa kehebatannya ada sejak lahir dan sudah tidak bisa diapa-apakan
lagi. Sementara anak yang dipuji prosesnya akan tumbuh menjadi anak growth
mindset, yang meyakini bahwa keberhasilan dapat dicapai oleh usaha, karena
usaha-usaha lah yang selama ini menjadi bahan pujian orangtuanya dan menjadi
fokus bawah sadarnya.
Reframing
Kadang satu hari bisa menyenangkan, di lain bisa jadi sangat
menyebalkan. Terhadap anak-anak yang mengeluh atas hari yang buruk, teman yang
nakal, guru yang jahat, atau cuaca yang menggagalkan rencana, orangtua Denmark
meresponnya dengan mengajak anak memaknai kembali peristiwa yang dialami. Jika hari
ini temanmu nakal, apakah itu berarti temanmu selamanya anak yang nakal?/
bagaimana dengan kemarin. Bukankah kemarin temanmu berbagi permen dan bermain
bersamamu?/ ah ternyata teman kita tidak nakal,, hanya saja mungkin hari ini
ada yang mengganggunya sehingga dia sulit bersikap ramah.
Dengan memaknai kembali kejadian-kejadian, anak dilatih
untuk melihat sesuatu dari beberapa sisi, dan fokus pada hal baik dari
orang-orang daripada hal buruk.
Reframing juga memperjelas pentingnya menghindari pemberian
label pada anak, karena setelah dimaknai kembali kita akan mengerti tidak ada
anak yang benar-benar pantas mendapatkan label buruk. Akrab pada realitas, tapi
fokus pada sudut pandang yang lebih positif setara dengan menjadi optimis
realistis.
Empathy
Empati adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami
perasaan orang lain. Memiliki rasa terhubung dan saling mendukung akan
menciptakan dampak jangka panjang hidup yang lebih baik daripada bersikap
superior namun sebenarnya rapuh. Orangtua Denmark memiliki kewajiban untuk
memberikan contoh hidup berempati dengan orang lain. Anak-anak akan
memperhatikan dan meniru mereka. Salah satu cara orang Denmark untuk
mengajarkan empati adalah dengan tidak menghakimi.
No Ultimatums
Di bab ini dijelaskan secara umum ada 4 gaya pengasuhan
1.
Otoriter. Orang tua banyak menuntut dan tidak
responsif
2.
Berwibawa orang tua menuntut, tapi responsif
3.
Permisif
4.
Tidak terlihat
Di denmark mereka menghabiskan lebih banyak waktu dan energi
untuk memikirkan cara menghindari masalah daripada cara menghukum anak-anak.
Daripada terus-terusan menghukum anak karena melanggar
peraturan yang dibuat, lebih baik orangtua membangun dialog tentang kenepa anak
harus menuruti aturan dan kerugian yang akan dirasakan anak sendiri jika
melanggar aturan. Dialog yang terus menerus akan membantu anak membangun
pemahaman dan kesadarannya sendiri. Dan efek kepatuhannya akan lebih lama
daripada mengerjakan sesuatu karena menghindari hukuman orangtua.
Togetherness and
Hygge
Orang Denmark sangat menghargai waktu keluarga, yaitu waktu
yang spesial dengan usaha nyata agar momen itu menyenangkan bagi seluruh
anggota keluarga tanpa terkecuali. Momen hygge tidak selalu berarti pesta,
kadang bentuknya hanya berupa makan malam rutin setiap minggu, di keluarga yang
lain kadang bentuknya hanya berupa bermalas-malasan bersama di sudut paling
menyenangkan di rumah dengan snack kesukaan mereka, sentuhan fisik yang lembut,
dan keheningan itu sendiri.
Yang menarik dari hygge bahwa tradisi ini memerlukan
kerjasama dari semua anggota keluarga agar bisa berjalan lancar. Bahan pembicaraan
tidak akan dibahas jika membuat salah satu dari mereka tidak nyaman, misalnya. Pada
akhirnya hygge mengajarkan setiap orang untuk mengendalikan dirinya demi
kepentingan bersama yang lebih besar.
Yang Menarik dari
Buku Ini
Buku ini aplikatif. Setelah teori dan kalimat-kalimat
panjang untuk jadi bahan perenungan orangtua, hampir di setiap akhir bab ada
kotak khusus berisi beberapa poin yang merupakan panduang langkah-langkah yang
bisa dilakukan orangtua.
Dampak Buku ini
Untukku Pribadi
Buku ini membantuku dalam banyak hal selama proses mengasuh
anak,, terutama tentang hal-hal yang tidak kualami saat aku kecil dulu. Buku ini
memberiku langkah-langkah yang bisa kuambil untuk perubahan pengasuhan itu. Ketika anakku menangis karena dimarahi
temannya dan dia mengadu, aku menyikapinya berdasarkan bab reframing. Aku
mengizinkannya pergi bermain dengan anak-anak tetangga dengan sangat sedikit
pengawasan sambil mengingat-ingat kembali kebaikan bermain bagi anak di bab
playing –catatan pentingnya lingkungan bermain hanya di dalam kompleks perumahan
yang pagarnya ditutup 2jam-.
Terutama tentang bab playing, sejujurnya ketika membaca bab
ini aku langsung teringat akan diriku sendiri dan suami. Masa kecil kami tumbuh
dalam pengasuhan yang berbeda 180 derajat. Aku berada di lingkungan dengan
pengawasan cukup ketat, rumah berpagar tinggi, jadwal les padat, area dan jam
bermain dibatasi. Sementara suami tumbuh dengan kebebasan penuh bermain di alam
dengan tantangan permainan yang jauh lebih sulit levelnya daripada pengalaman
masa kecilku. Meskipun kadang memang cukup ekstrem untuk usia anak-anak, aku
harus mengakui telah melihat bibit tangguh dan pengendalian diri yang mengakar
sangat kuat di dalam diri suami daripada diriku sendiri. Masa kecil bagi kami
memiliki pengaruh sangat besar bagi diri kami yang saat ini telah tumbuh
dewasa. Saking membekasnya, masa kecil adalah bahan obrolan yang hampir tidak
pernah habis kami bahas sejak awal bersepakat menjalin hubungan serius sampai
jenjang pernikahan.
Buku Ini Untuk Siapa
Buku ini untuk orang dewasa manapun yang memiliki anak kecil
di sekitar mereka dan berada di bawah pengasuhan mereka secara langsung atau
tidak. Buku ini untuk orang tua, kakek, nenek, om, tante, bude, pakde, guru,
pengasuh panti asuhan, dan siapapun yang bersentuhan langsung dengan anak-anak.
Parenting, seperti kata dasarnya, pada akhirnya selalu
tentang orangtua. Ilmu parenting membantu parent untuk berkaca diri, memilih kacamata
mana yang sebaiknya dipakai, dan memperbaiki diri. Dampak dari parentinglah yang
akan dirasakan oleh anak, karena anak adalah peniru yang ulung.
Saat memakai kacamata orang Denmark, pengasuh yang sungguh-sungguh
ingin mengaplikasikannya pasti berhadapan dengan dorongan untuk melakukan perubahan.
Dorongan perubahan itu tidak hanya pada cara pandang, namun juga pada
keputusan-keputusan kecil namun penting seperti intonasi bicara, pemilihan kata,
kapan harus ikut campur, dan kapan sebaiknya membiarkan anak menyelesaikan
urusannya sendiri.
Dari situ saja sudah bisa dibayangkan seberapa besar
perubahan yang dapat terjadi jika seorang pengasuh memperbaiki dirinya dulu
sebelum banyak mengoreksi perilaku anaknya. Di buku ini dituliskan bahwa
prinsip PARENT sangat memungkinkan untuk diaplikasikan di belahan dunia
manapun. Penulis meyakini jika pengasuh mengambil, bahkan hanya beberapa metode
dari PARENT dan menerapkannya dalam hidup, maka pengasuh sudah berada di jalan
yang benar dalam mengasuh anak-anak yang lebih bahagia.
Comments
Post a Comment